Nongkrong bareng Senja

Ketika senja datang, aku melihat kearahnya.
Dengan pandanganku yang kosong ini, mencoba berbisik dengan-Nya.
Ingin kucurahkan semua yang terjadi padaku, tapi untuk apa... bahkan Dia ikut menyaksikan semua yang telah terjadi padaku, bahkan semenjak aku kecil.
Namun, pernah terbesit dipikiranku "mengapa engkau tidak mengirimkan bantuan ketika aku sedang kesusahan?".
Entah mengapa, aku merasa hidup ini sangatlah sulit. Sekarang, oksigen pun diperjual belikan, padahal dengan mudahnya kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan.
Terlalu banyak rintangan yang harus dihadapi, untuk mencapai kemakmuran.
Mengapa hidup itu tidak semudah membalikkan telapak tangan?
Kalau semuanya sudah makmur, maka tak ada lagi keributan di dunia ini.
Mengapa jalan harus berliku-liku? padahal kalaupun jalannya lurus itu sama aja, bahkan lebih mudah untuk ditempuh.
Mengapa terkadang kita harus melewati tanjakan kecil? apabila datar, jalan lebih mulus.

Aku menyadari banyak sekali pertanyaanku diawali dengan "mengapa".
Karena pada dasarnya, jawaban dari kata tanya "mengapa" itu lebih bersifat alasan, pendapat, argumen, dan hipotesis... yang semuanya dapat kita ketahui sendirinya, asalkan mau terus menapakkan kakinya ke jalan.

"Lantas mengapa kau terus bertanya apabila jawabannya pun akan kau ketahui sendiri pada nantinya?"
Bukankah kita lahir dengan kegoblokan dan kebodohan dahulu, lalu sedikit demi sedikit kita mulai memahami suatu hal.

-Inilah cerita singkat dari pembahasan antara aku dan senja. Senja mencoba menunjukkan semua pemikiran ini.
Senja hanya terlihat dalam waktu singkat, dari pagi hingga menjelang malam, ia hanya tampil untuk beberapa saat.
Seperti kehidupan yang singkat ini... kita memiliki waktu yang sedikit untuk memahami banyak hal.
Seperti kata pepatah "waktu adalah uang".Sena

Komentar